Pertanyaan
Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ustadz Sarwat rahimakumullah,
Saat ini di tempat kami sudah mulai musim dingin (winter). Biasanya selama musim tersebut ketika sholat, baik di kampus, kantor maupun di masjid kami selalu berkaus kaki untuk mengantisipasi udara yang dingin.
Yang ingin saya tanyakan, apakah boleh kita berwudhu dengan kaus kaki, seperti halnya jika kita menggunakan khuffain. Sebab salah satu kendala adalah ribetnya melepas dan memasang kembali kaus kaki jika sholatnya di kampus atau di kantor.
Bagaimana pendapat para ulama mengenai wudhu dengan kaus kaki ini?
Terima kasih atas penjelasannya.
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Rizal
Jawaban
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya asalkan kaus kaki itu tebal dan mencegah air terkena kaki, boleh-boleh saja dikategorikan sebgai khuff.
Sebenarnya, para ulama mengatakan bahwa khuff sendiri tidak harus selalu berbentuk sepatu. Asalkan syarat-syarat untuk sebuah khuff sudah terpenuhi, maka pada hakikatnya bisa saja dihukumi sebagai khuff.
Pengertian Khuff
Sepatu atau segala jenis alas kaki yang bisa menutupi tapak kaki hingga kedua mata kaki, baik terbuat dari kulit maupun benda-benda lainnya. Di mana alas kaki bisa digunakan untuk berjalan kaki.
Pensyariatan mengusap khuff didasari oleh beberapa dalil antara lain hadis Ali r.a
Dari Ali bin Abi Thalib berkata:`Seandainya agama itu semata-mata menggunakan akal maka seharusnya yang diusap adalah bagian bawah sepatu ketimbang bagian atasnya. Sungguh aku telah melihat Rasulullah mengusap bagian atas kedua sepatunya.(HR Abu Daud dan Daru Qudni dengan sanad yang hasan dan disahihkan oleh Ibn Hajar)
Selain itu ada juga hadis Ali ra lainnya
Dari Ali bin Abi Thalib r.a berkata bahwa Rasulullah menetapkan tiga hari untuk musafir dan sehari semalam untuk orang mukim (untuk boleh mengusap khuff). (HR Muslim, Abu Daud, Tirmizi dan Ibn Majah.)
Juga ada hadis dari al-Mughirah bin Syu`bah
Dari al-Mughirah bin Syu`bah berkata: Aku bersama dengan Nabi (dalam sebuah perjalanan) lalu beliau berwudhu. aku ingin membukakan sepatunya namun beliau berkata:`Tidak usah, sebab aku memasukkan kedua kakiku dalam keadaan suci.” lalu beliau hanya megusap kedua sepatunya (HR Mutafaqun `Alaih)
Ada juga hadis Sofwan bin `Asal
Dari Sofwan bin `Asal berkata bahwa Rasululah saw. memrintahkan kami untuk mengusap kedua sepatu bila kedua kaki kami dalam keadaan suci. selama tiga hari bila kami bepergian atau sehari semalam bila kami bermukim, dan kami tidak boleh membukanya untuk berak dan kencing kecuali karena junub (HR Ahmad, NasA`i, Tirmizi dan dihasankan oleh Bukhari)
Praktek Mengusap Sepatu
Mengusap sepatu dilakukan dengan cara membasahi tangan dengan air, paling tidak menggunakan tiga jari, mulai dari bagian atas dan depan sepatu, tangan yang basah itu ditempelkan ke sepatu dan digeserkan ke arah belakang di bagian atas sepatu. Ini dilakukan cukup sekali saja, tidak perlu tiga kali. Sebenarnya tidak disunnahkan untuk mengulanginya beberapa kali seperti dalam wudhu’. Dan tidak sah bila yang diusap bagian bawah sepatu, atau bagian sampingnya atau bagian belakangnya.
Yang wajib menurut mazhab Al-Malikiyah adalah mengusap seluruh bagian atas sepatu, sedangkan bagian bawahnya hanya disunahkan saja.
Sedangkan mazhab As-Syafiiyah mengatakan cukuplah sekedar usap sebagaimana boleh mengusap sebagian kepala, yang diusap adalah bagian atas bukan bawah atau belakang.
Mazhab Al-Hanabilah mengatakan bahwa haruslah terusap sebagian besar bagian depan dan atas sepatu. Tidak disunahkan mengusap bawah atau belakangnya sebagaimana perkataan al-Hanafiyah.
Syarat untuk Mengusap Sepatu
1. Berwudhu sebelum memakainya
Sebelum memakai sepatu seseorang diharuskan berwudhu atau suci dari hadas baik kecil maupun besar. Sebagian ulama mengatakan suci hadas kecilnya bukan dengan tayamum tetapi dengan wudhu. Namun mazhab As-Syafiiyah mengatakan boleh dengan tayamum.
2. Sepatunya harus suci dan menutupi tapak kaki hingga mata kaki
Tidak dibolehkan mengusap sepatu yang tidak menutupi mata kaki bersama dengan tapak kaki. Sepatu itu harus rapat dari semua sisinya hingga mata kaki. Sepatu yang tidak sampai menutup mata kaki tidak masuk dalam kriteria khuff yang disyariatkan, sehingga meski dipakai, tidak boleh menjalankan syariat mengusap.
3. Tidak Najis
Bila sepatu terkena najis maka tidak bisa digunakan untuk masalah ini. Atau sepatu yang terbuat dari kulit bangkai yang belum disamak menurut Al-Hanafiyah dan As-Syafiiyah. Bahkan menurut Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah, hukum kulit bangkai itu tidak bisa disucikan walaupun dengan disamak, sehingga semua sepatu yang terbuat dari kulit bangkai tidak bisa digunakan unuk masalah ini menurut mereka.
4. Tidak bolong
Mazhab As-Syafiiyah dalam pendapatnya yang baru dan mazhab Al-Hanabilah tidak membolehkan bila sepatu itu bolong meskipun hanya sedikit. Sebab bolongnya itu menjadikannya tidak bisa menutupi seluruh tapak kaki dan mata kaki. Sedangkan mazhab Al-Malikiyah dan mazhab Al-Hanfiyah secara istihsan dan mengangkat dari keberatan mentolerir bila ada bagian yang sedikit terbuka, tapi kalau bolongnya besar mereka pun juga tidak membenarkan.
5. Tidak tembus air
Mazhab Al-Malikiyah mengatakan bahwa sepatu itu tidak boleh tembus air. Sehingga bila terbuat dari bahan kain atau berbentuk kaus kaki dari bahan yang tembus air dianggap tidak sah. Namun jumhur ulama menganggap bahwa itu boleh-boleh saja. Sehingga mazhab Al-Hanafiyah pun juga membolehkan seseorang mengusap kaos kakinya yang tebal.
Masa Berlaku
Jumhur ulama mengatakan seseorang boleh tetap mengusap sepatunya selama waktu sampai tiga hari bila dia dalam keadaan safar. Bila dalam keadan mukim hanya satu hari. Dalilnya adalah yang telah disebutkan di atas:
“Dari Sofwan bin `Asal berkata bahwa Rasululah saw. memrintahkan kami untuk mengusap kedua sepatu bila kedua kaki kami dalam keadaan suci. selama tiga hari bila kami bepergian atau sehari semalam bila kami bermukim, dan kami tidak boleh membukanya untuk berak dan kencing kecuali karena junub“(HR Ahmad, NasA`i, Tirmizi dan dihasankan oleh Bukhari)
Sedangkan mazhab Al-Malikiyah tidak memberikan batasan waktu. Jadi selama waktu itu tidak dicopot selama itu pula dia tetap boleh mengusap sepatu. Dalilnya ialah:
Dari Ubai bin Imarah r.a berkata: Ya Rasulullah bolehkah aku mengusap dua sepatu beliau menjawab boleh aku bertanya lagi sehari? Beliau menjawab: sehari. Aku bertanya lagi? Beliau menjawab: dua hari. Aku bertanya lagi tiga hari? Beliau menjawab terserah.(HR Abu Daud)
Hadis ini lemah isnadnya, dan rijalnya tidak dikenal sehingga pendapat al-Malikiyah ini dianggap lemah.
Yang Membatalkan
Hal-hal yang bisa membatalkan kebolehan mengusap kedua khuff antara lain adalah:
1. Mendapat janabah
Bila seorang yang telah mengenakan khuff mendapatkan janabah, baik karena hubungan suami isteri, atau karena keluar mani, maka dengan sendirinya gugur kebolehan mengusap kedua khuff sebagai ganti dari mencuci kaki dalam wudhu’. Sebab atasnya ada kewajiban yang lebih utama, yaitu mandi janabah. Dan untuk itu, dia wajib melepas sepatunya, lantaran kewajiban mandi janabah adalah meratakan air ke seluruh tubuh, termasuk ke kedua kaki. Dan untuk itu dia wajib melepas kedua khuffnya. Dan melepas kedua khuff tentu membatalkan kebolehannya.
2. Melepas atau terlepas sepatu baik satu atau keduanya.
Apabila selama hari-hari dibolehkannya mengusap dua khuff, seseorang melepas sepatunya, maka kebolehan mengusap khuff dengan sendirinya menjadi gugur. Sebab syarat pelaksanan syariat ini adalah selalu dikenakannya kedua khuff tanpa dilepaskan. Jadi 24 jam dalam sehari harus tetap mengenakan. Sekali dilepas, maka batal kebolehannya.
3. Bolong atau robek sehingga terlihat
Dengan bolongnya sepatu sehingga kaki yang di dalam sepatu bisa terlihat, maka kebolehan mengusap dua khuff dengan sendirinya menjadi batal.
4. Basahnya kaki yang ada di dalam sepatu
Apabila kaki dalam sepatu terkena air hingga basah, maka kebolehan mengusap dua khuff menjadi batal dengan sendirinya. Dalam hal ini, keringnya kaki dalam khuff menjadi syarat sahnya syariat ini.
5. Habis waktunya.
Yaitu satu hari satu malam buat mereka yang muqim dan 3 hari bagi mereka yang dalam keadaan safar. Bila telah habis waktunya, wajib atasnya untuk berwudhu’ dengan sempurna, yaitu dengan mencuci kaki. Namun setelah itu boleh kembali mengusap khuff seperti sebelumnya.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc